KH. Abdul Qodir Hasan dilahirkan pada tahun 1891 di Kampung Tunggul
Irang Martapura. Beliau dikenal sebagai sesepuh di Pondok Pesantren Darussalam
dan seringkali dipanggil dengan sebutan Guru Tuha. Beliau adalah orang
yang menjadi tangan kanan KH. Kasyful Anwar saat menjabat sebagai Pimpinan PP.
Darussalam tahun 1922 s/d 1940 dan kemudian menggantikan sebagai pimpinan
setelah KH. Kasyful Anwar wafat dari tahun 1940 s/d 1959.
Pendidikan beliau adalah
mengaji di Martapura diantaranya adalah dengan K.H. Abd Rahman Tunggul Irang
dan K.H. Kasyful Anwar. Beliau juga mengaji keluar daerah di Pulau Madura
dengan KH. Kholil Bangkalan, dan di Pulau Jawa dengan KH. Hasyim Asy'ari
Tebuireng Jombang (pendiri Nahdlatul Ulama/NU), dan sempat pula belajar di kota
Makkah Al Mukarramah.
KH. Abdul Qodir Hasan
termasuk murid yang paling disayangi oleh KH. Hasyim Asy'ari dan dipercaya
untuk mendirikan cabang Nahdlatul Ulama (NU) pertama di luar Pulau Jawa yakni
di Kota Martapura setelah mengikuti Muktamar NU pertama tanggal 21 Oktober 1926
di Surabaya. Dari kota Martapura inilah Beliau mendirikan dan melantik
cabang-cabang organisasi NU di beberapa wilayah di Pulau Kalimantan sebagai rais
syuriah pada masa itu. Di masa kepemimpinannya sebagai pimpinan pondok dan
rais NU, Beliau melaksanakan pertemuan rutin setiap bulan di aula pondok
Darussalam yang dihadiri oleh seluruh tuan-tuan guru yang ada di kota Martapura
dan sekitarnya untuk membahas persoalan agama yang timbul di masyarakat (bahtsul
masa'il) dan ditutup dengan tahlilan, acara ini disebut dengan istilah lailatul
ijtima. Hasil forum bahtsul masail ini kemudian disebarkan kepada
masyarakat sebagai solusi terhadap berbagai persoalan keagamaan dan sosial yang
terjadi di masyarakat..
Sejak pimpinan K.H. Kasyful Anwar sampai pimpinan K.H. Abdul Qodir
Hasan, banyak guru pengajar di Darussalam yang ditugaskan untuk berdakwah dan mengajar
agama Islam keluar daerah seperti Sampit, Pontianak, Kota Waringin, Kotabaru,
Purukcahu dan daerah di luar Kal-Sel lainnya. Para guru yang dikirim tersebut
bermukim di tempat-tempat tersebut dan lalu mendirikan
madrasah/pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan PP. Darussalam Martapura.
Pada masa pendudukan Jepang Pondok Pesantren Darussalam dipaksa
untuk menjadi asrama tentara Jepang, namun oleh Beliau proses belajar mengajar
masih tetap terus dijalankan dengan disebarkan di rumah-rumah guru pengajar dan
terus istiqomah kegiatan sekolah dijalankan seperti itu hingga Jepang keluar
dari Martapura tahun 1945.
Pada zaman zaman revolusi kemerdekaan Beliau bertindak sebagai
sesepuh gerakan gerilya di Kalimantan, memberikan semangat dan kekuatan moril
bagi para pejuang gerilya yang berusaha mengusir tentara Belanda yang kembali
hendak menjajah tanah air. Pada tahun
selanjutnya, awal kemerdekaan RI beliau turut aktif memulihkan keamanan
bersama-sama dengan almarhum K.H. Zainal Ilmi Dalam Pagar Martapura.
KH. Abdul Qodir Hasan wafat pada hari Sabtu, tanggal 11 Rajab 1398
H / 17 Juni 1978 M. Tempat pemakaman
beliau di kubah jalan Masjid Agung Al-Karomah Pasayangan Martapura.